Kecamatan Bantar Gebang merupakan salah satu kecamatan yang berada di wilayah Kota Bekasi. Kecamatan ini berdiri pada tahun 1981 dan merupakan pertambahan dari kecamatan Setu. Daerah Bantar Gebang dan sekitarnya dilalui oleh jalur utama Jalan Raya Bekasi-Bogor dan sekaligus sebagai daerah industri, permukiman, dan pertanian.
Sejak terjadinya krisis ekonomi pada tahun 1997 terjadi peningkatan urbanisasi yang cukup signifikan. Gejala ini juga diikuti oleh terdapatnya peningkatan jumlah pendatang yang mendirikan rumah liar di sekitar TPA.
Tumpukan sampah plastik yang membentuk sebuah kolam besar menempati sebagian lahan di depan rumah petak mereka. Berdasarkan survey, MCK penduduk masih jauh dari kriteria sehat karena jarak sumur sebagai sumber air dan kakus cukup dekat. Air yang mengalir juga sangat sedikit dan rasanya asin. Keadaan ini memperparah kondisi lingkungan TPA yang ditandai dengan banyaknya keluhan penyakit yang dialami penduduk. Kemiskinan dan kurangnya pengetahuan, membuat masyarakat ini tidak sempat memperhatikan kesehatannya. Makanan bersih, rumah layak, atau pakaian lumayan, semua bagai angan-angan yang sulit jadi kenyataan.
Takala musim kemarau datang, daerah sekeliling TPA diliputi kabut. Kabut ini bukan hanya datang malam hari, melainkan juga siang hari. Kabut ini berbau apek dan menyengat. Alhasil, para warga terpaksa memakai masker. Ketika itu pulalah, keluhan gangguan ISPA (Infeksi Saluran Pernafasan Akut) di Puskesmas setempat meningkat.
Pada musim penghujan jalanan menjadi becek, bau busuk menyebar, air sumur tercemar sehingga tercium bak “kotoran kucing”. Kondisi inilah yang “rela tak rela” dinikmati masyarakat sekitar Bantar Gebang, serta sekelompok masyarakat pengais sampah di dalam areal TPA.
Kepala Penelitian dan Pengembangan Akademi Kesehatan Lingkungan Departemen Kesehatan dan Kesejahteraan Sosial (Kalitbang AKL Depkes & Kessos), Soejono S SKM Dipl Est, mengatakan sampah dibagi menjadi dua macam yakni sampah padat dan sampah basah. “Contoh sampah padat ini adalah plastik, kertas, dan kardus-kardus. Sedangkan sampah basah contohnya adalah sayur-mayur serta sampah rumah tangga lainnya,” ujarnya.
Menurut Soejono, kuantitas sampah basah di Bantar Gebang lebih besar daripada sampah padat. Selain itu sampah basah lebih cepat menimbulkan penyakit, karena dengan kondisi yang basah, pembusukan akan lebih cepat terjadi. Genangan-genangan air pada sampah basah pun diyakini akan menarik lalat, nyamuk, dan tikus. “Binatang-binatang inilah yang nantinya menyebarkan penyakit,” tukas Soejono.
Kondisi kesehatan masyarakat di sekitar dan di dalam areal TPA Bantar Gebang memang patut mendapat perhatian serius. Namun sebelum berangkat ke masalah kesehatan, tengok dahulu kondisi saudara-saudara kita disana. Tiada sanitasi, air yang buruk, tempat tinggal beratapkan seng atau kardus, dengan alas tidur tikar bahkan tanah, adalah kondisi umum yang ditemui komunitas sampah Bantar Gebang.
its nice article
BalasHapus